BANGKIT
Cerpen Karangan: Alfred Pandie
Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai
hilang oleh kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan
gelap. Cahaya bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan.
Konflik dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang tahun yang
gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan.
Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam
berhembus menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali
aku menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata
terakhirnya yang tergiang-ngiang merobek otak ku.
“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku,
jadi begini sajakah caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati
cinta suci ini.”
beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon
yang sengaja ku matikan karena kesal atau muak.
Aku termenung
di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.
“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku
minta duitnya..”
seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan
yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya
terdiam tak berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di
sampingku dan menyerahkan padanya. “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini.
Aku hanya ingin mati…!” Aku melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan
senyum picik dan iapun menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri
menatap air sungai yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini.
Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur
bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku
berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberpa
senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi,
menarik baju ku dan menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati
kelaparan dari pada melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan
melemparkan tasku diatas tanah dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas
ku kembali menyusuri tangga turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata
seumuran denganku, di sekujur tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia
berdiri termenung pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air
matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia
hanya terdiam membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan
berdiri pergi dari sini.
“kenapa kamu menamparku..?
“Kenapa kamu menolongku?
"Aku sudah tak
berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku dengan tuduhan
yang tak jelas", aku memulai pembicaraan.
Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di
hatiku.
“apa kamu akan terdiam atau aku telah mengusikmu?”.
“apa kamu akan terdiam atau aku telah mengusikmu?”.
Aku melihatnya dan ia balik menatapku tajam. Aroma alkohol dari
mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh aku minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah, masalah
apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah setiap hari kita merasakan hal
yang sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang ternyata cuma 2 jari
yang utuh", Aku mulai merinding karena sedikit takut. Sehingga aku tak membalas
uluran tangannya.
“kaget ya mbak?. Jari ku yang lain di potong oleh preman karena
persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh
nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu sulit. Harus rela kedinginan, Di
gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di emperan toko, Dan kalau sudah
penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus mencari tempat lain yang menurutku
layak. Maaf bila aku mengambil tas mu. Aku butuh makan, sudah 3 hari aku tidak
makan, sisa makanan di tong sampah sudah membusuk karena hujan kemarin,
Biasanya aku mencari secerca kenikmatan disana yang masih bisa layak ku telan,
rasa lapar tak akan bisa membuatmu jijik. Setiap hari
saat membuka mata yang anda ingat hanya perut dan perut.”
Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas menembus angkasa,
langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka, betapa aku
tak percaya setengah mati. Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku berada di
posisi ini? Aku yang terlahir dari keluarga sederhana namun penuh kehangatan, uang bukan
masalah, aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku
mendapatkannya, semuanya cukup, tapi ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu
sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi tidak dengan cinta, selalu ada yang
kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati. Terutama pentingnya mensyukuri apa yang
ada. Aku menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat yang tinggal dua jari
meski sedikit rishi karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit pelukan
hangat. Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc umum. Aku
menyerahkan tasku padanya.
“ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak alas
an hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti,
bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya segalanya, bodoh
sekali cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum tentu
ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”. Aku berlari menuruni tangga
meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap kembali langit yang menampakan
bintang-bintang kecil yang berkelip dengan jenaka, seakan hari ini tak akan
berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di
depanku dengan bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di
belakangnya orang tua dan adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling
terdiam untuk beberapa saat ia memulai.
“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini."
Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya arti bersyukur. Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku. Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini harus berakhir.
“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini."
Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya arti bersyukur. Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku. Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini harus berakhir.
Tamat
Unsur Intrinsik cerpen “Bangkit‟
1.Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan
2.Latar: -Waktu : Malam hari
Bukti : Cahaya bulan malam ini begitu indahnya.
-Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan
Bukti :
“Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. „
“Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-
sepoi menyerang tubuh ku‟.
-Suasana : Sunyi sepi
Bukti : “Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.‟
3. Alur : Maju
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari
pengenalan latar dan masalah sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat
penyelesaian konflik.
4.Penokohan :
- Aku : mudah putus asa, kurang bersyukur dan selalu
mengeluh
Bukti :
“Kenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi.‟
“Aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku
mendapatkannya.‟
-Pria pemabuk : pemabuk dan kuat menghadapi beratnya hidup
Bukti :
“seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan
jalan yang tak beraturan‟
“Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan
penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu sulit.‟
5.Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku”
sebagai tokoh utama dan mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Nilai :
-Nilai Moral : Saat tokoh “aku‟ menyadari selama ini hanya
meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya
bersyukur dengan apa yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna
diluar sana masih banyak orang yang kekurangan.
-Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di
jalanan yang keras. Dikehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk
berjung hidup. Kita harus berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras
ini.
-Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamat kan tokoh “aku‟
yang akan terjun dari jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita
saat menghadapi masalah kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.
7. Amanat :
a. Jangan mudah putus asa
dalam menjalani kerasnya hidup.
b. Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
c. Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan
kadang dibawah.
d. Jangan lari dari permasalahan.
e. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
f. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit
2. Unsur Ekstrinsik cerpen “Bangkit”
1. Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai
reaksi masyarakat saat mereka gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis
ingin
menginspirasi/memotivasi orang-orang dalam menghadapi kerasnya
hidup melalui ceritanya.
2. Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak
ditemui di masyarakat. Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa maka
penulis menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.
3. Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen
ini karena cerpen ini mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat dan
masih banyak orang yang memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar